Monday, March 3, 2008

Urgensi Thaharah

Thaharah atau bersuci menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima. Sebab beberapa ibadah utama mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima Allah. Kalau tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesia-siaan.



A. Pembagian Jenis Thaharah

Kita bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang besar.

1. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki.
Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual. Caranya bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna najisnya. Dan juga hilang bau najisnya. Dan juga hilang rasa najisnya.

2. Thaharah Hukmi
Sedangkan thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual.
Seorang yang tertidur batal wudhu'-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu' bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya.

Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah.
Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu' atau mandi janabah.


B. Urgensi Kebersihan dan Perhatian Islam Atasnya

1. Islam Adalah Agama Kebersihan
Perhatian Islam atas dua jenis kesucian itu -hakiki dan maknawi- merupakan bukti otentik tentang konsistensi Islam atas kesucian dan kebersihan. Dan bahwa Islam adalah peri hidup yang paling unggul dalam urusan keindahan dan kebersihan.

2. Islam Memperhatian Pencegahan Penyakit
Termasuk juga bentuk perhatian serius atas masalah kesehatan baik yang bersifat umum atau khusus. Serta pembentukan pisik dengan bentuk yang terbaik dan penampilan yang terindah. Perhatian ini juga merupakan isyarat kepada masyarakat untuk mencegah tersebarnya penyakit, kemalasan dan keengganan.
Sebab wudhu' an mandi itu secara pisik terbukti bisa menyegarkan tubuh, mengembalikan fitalitas dan membersihkan diri dari segala macam kuman penyakit yang setiap sat bisa menyerang kondisi tubuh. Secara ilmu kedokteran modern terbukti bahwa upaya yang paling efektif untuk mencegah terjadinya wabah penyakit adalah dengan menjaga kebersihan. Dan seperti yang sudah sering disebutkan bahwa mencegah itu jauh lebih baik dari mengobati

3. Orang Yang Menjaga Kebersihan Dipuji Allah
Allah SWT telah memuji orang-orang yang selalu menjaga kesucian di dalam Al-quran Al-Kariem.

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang membersihan diri. (QS. Al-Baqarah : 222).
Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri Dan Allah menyukai orang yang membersihkan diri. (QS. An-Taubah : 108)

Sosok pribadi muslim sejati adalah orang yang bisa menjadi teladan dan idola dalam arti yang positif di tengah manusia dalam hal kesucian dan kebersihan. Baik kesucian zahir maupun maupun batin. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada jamaah dari shahabatnya :
Kalian akan mendatangi saudaramu, maka perbaguslah kedatanganmu dan perbaguslah penampilanmu. Sehingga sosokmu bisa seperti tahi lalat di tengah manusia (menjadi pemanis). Sesungguhnya Allah tidak menyukai hal yang kotor dan keji. (HR. Ahmad)

4. Kesucian Itu Sebagian Dari Iman
Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa urusan kesucian itu sangat terkait dengan nilai dan derajat keimanan seseorang. Bila urusan kesucian ini bagus, maka imannya pun bagus. Dan sebaliknya, bila masalah kesucian ini tidak diperhatikan, maka kulitas imannya sangat dipertaruhkan.
الطهور شطر الإيمان
Kesucian itu bagian dari Iman (HR. Muslim)

5. Kesucian Adalah Syarat Ibadah
Selain menjadi bagian utuh dari keimanan seseorang, masalah kesucian ini pun terkait erat dengan syah tidaknya ibadah seseorang. Tanpa adanya kesucian, maka seberapa bagus dan banyaknya ibadah seseorang akan menjadi ritual tanpa makna. Sebab tidak didasari dengan kesucian baik hakiki maupun maknawi.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ali bin Thalib ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Kunci shalat itu adalah kesucian, yang mengharamkannya adalah takbir dan menghalalkannya adalah salam`.(HR. Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah dan hadits ini statusnya adalah hasan shahih).


No comments: