4. Meminta Berkah Kepada Pohon dan Batu
Termasuk syirik yang diperangi Nabi Muhammad saw adalah meminta berkah (tabarruk) kepada pepohonan, bebatuan, kuburan dan semacamnya, dengan keyakinan bahwa ia mempunyai suatu rahasia atau keberkahan khusus, yang akan dirath oleh orang yang mengusap dan mengelusnya, atau ber-thawaf di sekeliling- nya, atau menziarahinya, atau duduk di sekitarnya.
Jika terus dilakukan, perbuatan ini akan menggirmg kepada syirik besar, sebab berhala-berhala besar bangsa Arab ada yang berupa batu besar; seperti al-Lata, atau pohon; seperti Uzza, atau batu; seperti: Manah.
Karena itu Rasulullah saw memperingatkannya.
“Dan Abi Waqid al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah saw menuju Hunain, sedang kami baru saja lepas dan kekafi ran (baru masuk Islam). Ketika itu orang-orang musyrik mempunyai sebatang pohon bidara yang disebut Dzatu Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu. Tatkala kami melewati sebatang pohon bidara, kamipun berkata: “Wahai Rasulullah saw! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka itu mempunyai Dzatu Anwath”. Maka Rasulullah saw bersabda: “Subhanallah! Itulah sunnah (tradisi orang-orang sebelum kamu). Dan demi Allah yang diriku ada di Tangan-Nya, kamu benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan bani Israil kepada Musa a.s. (Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sesembahan-sesembahan. Musa a.s. menjawab: “Sungguh kamu adalah kaum yang tidak mengerti”) [al-A’raf: 138]. Pasti kamu akan mengikuti tradisi orang-orang sebelummu“. (HR. at-Tirmidzi, ia berkata: “Hadits ini hasan shahih)
Zhahir (makna tersurat) hadits ini menjelaskan bahwa para sahabat Rasulullah saw mengingatkan sekedar mengambil berkah dan menggantungkan senjata pada pohon itu, lalu Rasulullah saw melarang mereka dengan keras dalam rangka saddud-dzari’ah (menutup jalan) yang menuju kepada syirik.
Namun sayang, banyak kaum muslimin telah menyimpang dan petunjuk Rasulullah saw, mereka mengikuti jejak-jejak umat sebelumnya, sehingga mereka membuat Anshab untuk meminta berkah, mengusap dan mengelus-elusnya, berdo’a di sisinya, ber-tawassul dengannya, bergantung kepadanya sebagaimana bergantungnya orang-orang musyrik dengan patung- patung mereka. Alangkah banyaknya Dzatu Anwath- Dzatu Anwath di negeri Islam, padahal Rasulullah saw telah melarangnya.
Anshab berasal dari kata nashab; yaitu: sesuatu yang ditegakkan atau didirikan atau diadakan untuk disembah selain Allah
Merupakan kewajiban kaum muslimin secara umum, umara’ dan ulama’ secara khusus untuk meng- hilangkan kemunkaran mi, menghancurkan Anshab dan menghilangkannya, baik yang berupa pohon, batang, kuburan, kayu, mata air, batu ataupun lainnya, sebagai upaya ber-qudwah kepada Rasulullah saw saat mengutus Au bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu agar menghancurkan kuburan yang ditinggikan dan meratakanya dengan permukaan bumi, sebagaimana tersebut dalam Shahih Muslim, dan. Abul Hayyaj al-Asadi, ia berkata: “Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata kepadaku:
“Tidakkah aku mengutusmu seperti Rasulullah saw mengutusku: “Janganlah kamu meninggalkan patung kecuali menghancurkannya dan kuburan yang ditinggikan kecuali kamu ratakan “. (HR. Muslim)
Imam Abu Bakar at-Tharthusi al-Maliki berkata:
“Ketika Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu mendengar bahwa oraƱg-orang mendatangi pohon tempat para sahabat berbai’at kepada Rasulullah saw (bai’atur-ridhwan), dan mereka shalat di situ, maka Umar mengirimkan orang untuk menebangnya, agar kaum muslimin terhindar dan fitnah�?.
Jika Umar melakukan perbuatan seperti itu terhadap pohon yang namanya disebut di dalam al-Qur’an, dan para sahabat membai’at Rasulullah saw di bawahnya, lalu apa yang akan ia lakukan terhadap pohon-pohon lain yang dijadikan sebagai Anshab dan berhala yang menjadi fitnah dan bencana besar dewasa ini.
Imam at-Tharthusi berkata: “Lihatlah —semoga Allah merahmati kamu- jika kamu menemukan pohon bidara atau lainnya menjadi tujuan manusia, mereka mengagungkannya, mengharapkan keselamatan dan kesembuhan darinya, mereka menancapkan padanya paku-paku dan membuat lubang-lubang, maka ia adalah Dzatu Anwath. Karenanya, hendaklah kamu menebangnya.
Dan Mubarrir bin Suwaid, ia berkata: “Saya shalat subuh bersama Umar ra. dalam perjalanan menuju Makkah, dia membaca surat al-Fiil dan Quraisy. Seusai shalat, melihat orang-orang pergi ke beberapa arah. Umar bertanya: “Mereka pergi kemana?. Ada yang menjawab: “Wahai Amirul mukmin, ke masjid tempat Rasulullah saw pernah shalat disitu, dan mereka hendak shalat disitu “. Umar berkata: “Umat sebelum kamu hancur karena seperti ini, mereka menapaktilasi bekas-bekas nabi mereka, dan menjadikannya sebagai gereja dan kuil, barangsiapa tiba waktu shalat di masjid itu hendaklah ia shalat, barangsiapa tidak (harus melakukannya) maka hendaklah ia berlalu dan jangan sengaja shalat disitu".
Menurut ad-Dautsari, hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Said bin Manshur. (lihat an-Nahjus-Sadid, hal:115 - 116).
Inilah sebagian dari fiqih dan semangat Umar —radhiyaliahu ‘anhu- dalam menjaga aqidah masyarakat awam, juga kekhawatirannya dan ghuluw dan penyimpangan.
5. Kata-kata Yang Mengesankan Syirik
Termasuk hal-hal yang diperingatkan Nabi Muhammad saw adalah kata-kata yang mengesankan syirik dan su’ul adab (“kurang ajar) terhadap Allah. Peringatan ini dalam rangka menjaga tauhid.
Hal yang termasuk dalam kategori ini antara lain:
A. Perkataan :
- Maasyaa Allahu wa syaa'a fulan (apa yang dike- hendaki Allah dan yang dikehendaki fulan), atau
- bismillahi wa bismil amir /ismisy sya'b. (dengan nama Allah dan nama amir/penguasa, atau dengan nama rakyat).
Telah disebutkan dimuka bahwa Rasulullah mengingkari perkataan seperti itu.
Apakah engkau menjadikanku dan Allah sebanding? Akan tetapi katakanlah: Masya-Allah wahdahu (kehendak Allah semata)”. (HR. Ahmad).
Hudzaifah -radhiyallahu ‘anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
Jan ganlah kamu berkata: “Apa yang dikehendaki Allah dan apa yang dikehendaki fulan�?, akan tetapi katakanlah: “Apa yang dikehendaki Allah, lalu yang dikehendaki fulan". (HR. Abu Daud dengan sanad shahih, juga diriwayatkan Ahmad)
B. Perkataan: ,
- Laulallah wa fulan (kalau saja bukan karena kehendak Allah dan fulan), atau
- i'tamadtu 'alallah wa 'alaika (saya berpegangan kepada Allah dan kepadamu atau perkataan-perkataan yang serupa.
Saat menafsirkan firman Allah:
Karena itu, janganlah kamu men gadakan sekutu- seku tu bagi Allah (QS Al-Baqarah : 22)
Saat menafsirkan ayat di atas Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu— berkata: “Andad adalah syirik, ia lebih lembut daripada gerak kaki semut di atas batu licin hitam pada kegelapan malam, yaitu: seperti perkataan: Allah dan kehidupanmu —wahai si fulan— dan demi kehidupanku","jika bukan karena anjing dia, pastilah disatroni maling","atas kehendak Allah dan kehendakmu", "kalau bukan karena si dia dan si fulan ... ", ini semua adalah syirik. (Riwayat Ibnu Abi Hatim).
C. Memberi nama dengan nama Allah atau dengan nama yang tidak layak kecuali hanya untuk-Nya.
Abu Daud meriwayatkan dan Abu Syuraih, bahwasanya dia dahulu digelari Abul Hakam, lalu Nabi Muhammad saw bersabda kepadanya:
”Sesungguhnya Allah-lah al-Hakam (Pemberi Keputusan) dan kepada-Nya-lah segala keputusan.”. (HR. Abu Daud, juga an-Nasa’i)
Setelah itu ia dipanggil dengan nama anaknya, Syuraih, sehingga panggilannya menjadi Abu Syuraih.
Sabda Rasulullah saw yang lain:
Dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah saw bersabda: “Nama yang paling rendah dan hina di sisi Allah adalah seseorang yang bernama (bergelar) raja diraja ... tidak ada Raja selain Allah. Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Seperti juga Syahin Syah, menurut bangsa ‘Ajam, sebab artinya adalah: raja diraja. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ahmad)
Dalam riwayat lain disebutkan:
Orang yang paling membuat murka Allah pada hari kiamat, dan orang yang paling buruk... “.
D. Menamai manusia dengan nama Abd (hamba) selain Allah
Seperti Abdul Ka’bah, Abdun-Nabi, Abdul Husain, Abdul Masih dan semacamnya. Ibnu Hazm telah menukil bahwa telah terjadi ijma’ atas haramnya nama-nama mi, kecuali Abdul Muththalib.
E. Mencela masa (zaman) saat ada kesulitan hidup atau musibah
Sebab mencelanya termasuk mengadukan Allah atau membenci-Nya, karena Dia-lah Yang Mengatur segala urusan, Mempergilirkan siang dan malam, Dia-lah Yang Berbuat segala sesuatu di alam semesta.
Karena itu dalam sebuah hadits shahih Rasulullah saw bersabda:
“Allah berfirman: “Anak Adam menyakiti-Ku, ia mencela masa, padahal Aku-lah masa, di Tangan-Ku segala urusan, Aku pergilirkan siang dan malam.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad, Malik dan ad-Darimi)
No comments:
Post a Comment