Di bawah syirik besar terdapat berbagai bentuk dan macam syirik lain yang disebut syirik ashghar (syirik kecil). Ia termasuk dosa besar, bahkan di sisi Allah lebih besar dan pada dosa besar lainnya ... diantaranya adalah:
1. Bersumpah Dengan Selain Allah
Termasuk syirik kecil adalah bersumpah dengan selain Allah, seperti bersumpah dengan Nabi, Ka’bah yang mulia, wali, pembesar, tanah air, nenek moyang atau makhluk-makhluk lainnya, semua itu adalah syirik.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:
Dan siapa yang bersumpah dengan selain Allah, sungguh ia telah kafir atau syirik”. (HR. At-Tirmizy)
Hadits dengan lafadz seperti ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan dinilainya sebagai hadits hasan. Hadits ini juga dihukumi sebagai shahih, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Ibnu Hibban dan al-Hakim serta at-Thayalisi.
Ini karena pada sumpah terdapat pengagungan terhadap yang dipergunakan untuk bersumpah, padahal yang seharusnya dikhususkan dengan pengagungan dan pengkultusan hanyalah Allah semata. Karena itu ada larangan bersumpah dengan selain Allah.
Rasulullah saw bersabda:
“Janganlah bersumpah dengan nenek moyang kalian “.(HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Malik dan ad-Darimi)
Sabda beliau yang lain:
“Barangsiapa bersumpah hendaklah bersumpah dengan Allah atau diam”. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, Ahmad, Malik dan ad-Darimi)
Ibnu Mas’ud ra berkata,“Sungguh, bersumpah dusta dengan nama Allah lebih aku sukai dari pada bersumpah benar dengan selain Allah”.(HR. Abdurrazzaq dan At-Tabari)
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Abdur-Rozzaq dan at-Thabari.
Termasuk sebuah aksioma agama adalah bahwa bersumpah palsu dengan nama Allah termasuk dosa besar, akan tetapi syirik, meskipun kecil, lebih besar dan pada dosa besar dalam pandangan fuqaha’ sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Orang yang bersumpah dengan selain Allah tidak harus dipenuhi dan tidak ada kaffarat (denda) atasnya, sebab ia adalah syirik, sedangkan syirik itu tidak punya harga. Ia hanya berkewajiban ber-istighfar dan mengucapkan seperti yang diucapkan Rasulullah saw: “Barangsiapa bersumpah, dan dalam sumpahnya ia berkata:
“Demi Latta, demi ‘Uzza’, maka ucapkanlah: “La Ilaha Illallah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menjelaskan bahwa kaffarat syirik adalah memperbaharui tauhid, bukan memberi makanan, bukan pula berpuasa.
2. Memakai Gelang dan Benang Penangkal
Tauhid tidak bertolak belakang dengan pemakaian hukum kausalitas yang telah ditetapkan Allah pada alam, seperti makan agar kenyang, minum agar segar, obat untuk terapi, senjata untuk pembelaan dan kausalitas semacamnya yang bisa mengantarkan kepada akibat tertentu.
Jika seseorang sakit, lalu membawa dirinya kepada dokter, kemudian sang dokter memutuskan untuk menggunakan obat tertentu atau operasi, atau tindakan lainnya, lalu ia melaksanakan ketentunan dokter itu, maka hal ini tidak bertentangan dengan tauhid.
Hal yang bertentangan dengan tauhid adalah bertumpu pada sebab-sebab tidak jelas yang tidak disyari’atkan Allah, dengan tujuan untuk menolak bala’ atau membentengi diri darinya.
Diantaranya adalah memakai ‘gelang’ atau ‘kalung’ dan benang (penangkal) yang diikatkan pada lengan.
“Dan Imran bin Hushain, bahwasanya Rasulullah saw melihat pada tangan seseorang sebuah gelang, — saya kira ia berkata : dari tembaga, lalu beliau bersabda: “Celaka kamu, apa ini? “Ia menjawab: “Untuk menjaga diri dari penyakit wahinah. Beliau bersabda: “Ingatlah, ia tidak menambahmu selain kelemahan, buang jauh benda itu darimu, sesungguhnya jika kamu mati dan benda itu masih ada padamu, kamu tidak akan beruntung selamanya”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Wahinah nama penyakit yang membuat lengan menjadi lemah.
Rasulullah saw bersikap keras dalam rnengingkari hal ini demi memberikan peringatan dan berbagai bentuk kemusyrikan, dan mengajarkan kepada para sahabat agar menutup pintu ini secara global ataupun rinci.
Karena itu, saat Hudzaifah bin al-Yaman menjenguk seorang yang sakit lalu melihat di tangannya ada gelang atau benang untuk mengusir demam, beliau langsung memutusnya, lalu membaca firman Allah:
“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah”. (QS. Yusuf: 106)
3. Mengalungkan Jimat
Termasuk dalam bab ini adalah mengalungkan tamimah (azimat/jimat), yaitu untaian batu atau semacamnya yang oleh orang Arab terdahulu dikalungkan pada leher, khususnya pada anak-anak, dengan dugaan ia bisa mengusir jin, atau menjadi benteng dan ‘Ain dan semacamnya. 'Ain adalah pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang melalui matanya. Setelah Islam datang tradisi ini dibatalkan. Dan Islam mengajarkan kepada mereka bahwa tidak ada yang bisa menolak dan menghalangi selam Allah.
Rasulullah saw bersabda:
“Dan ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa menggantungkan tamimah (jimat), semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa menggantungkan wada ‘ah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya” (HR. Ahmad)
Wada'ah adalah benda yang diambil dan laut, menyerupai rumah kerang. Menurut anggapan orang-orang jahiliyyah, dapat digunakan sebagai penangkal penyakit.
“Dalam riwayat lain disebutkan: “Barangsiapa menggantungkan tamimah, ia telah syirik“ (HR. Ahmad)
Maksud “menggantungkan tamimah” adalah mengalungkannya, dan hatinya bergantung kepadanya dalam menggapai kebaikan atau menolak keburukan.
Ia termasuk syirik, karena berisi permohonan penolakan bahaya dan selain Allah. Allah berfirman:
“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap- tiap sesuatu”. (QS. AI-’An’am : 17)
Termasuk pengertian tamimah adalah: jami’ah (aji-ajian terbuat dan tulisan), khorz (jimat penangkal terbuat dan benda-benda kecil dan laut atau semacamnya), hijab (jarum tusuk atau semacamnya yang diyakini bisa membentengi din) dan semacamnya, semua itu adalah kemunkaran besar, dan menjadi kewajiban bagi setiap yang mampu untuk melenyapkapmya.
Sa’id bin Jubair berkata: “Siapa yang memutus tamimah, ia seperti memerdekakan seorang budak”
Jimat dan Ayat Al-Qur-an
Jika tamimah (jimat) terdiri dan ayat-ayat al-Qur’an, atau memuat nama-nama dan sifat-siafat Allah, apakah termasuk dalam kategori yang terlarang, atau termasuk yang dikecualikan dan boleh dikalungkan?
Salaf berbeda pendapat dalam hal mi, sebagian dan mereka memperbolehkan, dan sebagian yang lain melarang. Pendapat yang kami pilih adalah melarang segala bentuk tamimah, meskipun terdiri dan ayat-ayat al-Qur’an, karena adanya beberapa dalil:
• Dalil yang melarang bersifat umum, dan hadits- hadits yang membicarakannya tidak memberikan pengecualian.
• Saddudz-Dzari‘ah, sebab dibolehkannya tamimah dan ayat al-Qur’an akan membuka jalan bagi pengalungan tamimah dan selainnya, dan pintu keburukan jika dibuka, sulit untuk ditutup lagi. Saddudz-dzari’ah (langkah prefentif) adalah salah satu dalil dalam syariat Islam, dan salah satu siasah syar’iyyah dalam rangka ‘menutup pintu-pintu yang menuju kepada sesuatu yang diharamkan.
• Dibolehkannya tamimah dan ayat al-Qur’an akan berdampak kepada pelecehan atau penghinaan al-Qur’an, sebab pemakainya bisa membawanya ke tempat-tempat najis atau semacamnya, seperti waktu buang hajat, haid, junub dan sebagainya.
• Dibolehkannya tamimah dan ayat-ayat al-Qur’an akan berdampak kepada pengecilan dan penurunan nilai al-Qur’an dan tujuan diturunkannya, sebab Allah menurunkannya agar menjadi petunjuk manusia kepada sesuatu yang lebth lurus dan untuk mengeluarkan mereka dan berbagai macam kegelapan kepada cahaya (Islam), bukan untuk dijadikan sebagai tamimah dan kalung wanita dan anak-anak.
No comments:
Post a Comment