Tuesday, February 12, 2008

Syirik Kecil (3) : Tiwalah, Ramalan, Nadzar

Ayo teruskan bacanya..!
Semangat..!



7. Tiwalah: Sihir dan Syirik
Termasuk sihir juga apa yang sudah dikenal oleh tukang sihir sejak lama, yaitu: menuliskan huruf dan kalimat tertentu, atau mengalungkan sesuatu dan semacamnya, dengan klaim menjadikan wanita (istri) mencintai laki-laki (suami), atau lelaki (suami) mencintai istri. (Di Indonesia dikenal dengan istilah pelet).
Telah disebutkan di muka, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Dan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah, dan Tiwalah adalah syirik” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

8. Perdukunan dan Ramalan
Perbuatan yang sama dengan tanjim adalah kahanah dan ‘arrafah, pelakunya disebut kahin dan ‘arraf.

Kahin adalah orang yang menginformasikan tentang hal-hal gaib di masa mendatang, atau yang menginformasikan tentang sesuatu yang ada pada hati manusia.
‘Arraf adalah nama yang mencakup kahin, munajjim (pelaku tanjim), rammal (peramal) dan yang semacam mereka dan setiap orang yang mengklaim mengetahui hal-hal gaib, baik tentang masa mendatang atau yang ada pada hati manusia, baik dengan cara berhubungan dengan jin, atau melihat (mengamati), atau dengan menggaris-garis di pasir atau membaca alas gelas minum atau dengan cara lainnya.

Rasulullah saw bersabda:
“Siapa yang mendatangi ‘Arraf lalu ia menanyakan sesuatu dan membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari”. (HR. Muslim dan Ahmad)
“Barangsiapa mendatangi Kahin (dukun), lalu membenarkan apa yang diucapkannya, niscaya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw” (HR. Abu Daud, at-Tirmidz Ibnu Majah, Ahmad dan ad-Darimi)
Sebab, diantara (ajaran) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah bahwa hal-hal yang gaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah.
Allah berfirman:
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang men getahui perkara yang gaib, kecuali Allah”. (An-Nami 65)

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya selain Dia sendiri”. (QS. AI-An’am : 59)

“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya”.(QS. Jin : 26 - 27)

Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri tidak mengetahui hal-hal gaib kecuali yang diberitahukan Allah kepadanya melalui wahyu, karenanya Allah berfirman kepadanya:
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah, dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman “. (QS. Al-A’raf : 188)

Begitu juga jin, yang oleh para tukang sihir dan dukun dimintai pertolongan, mereka juga tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui hal-hal gaib. Al-Qur’an menceritakan bahwa jin-jin Nabi Sulaiman ‘alaihissalam tidak mengetahui kematian beliau.
“Maka tatkala ia (Sulaiman ‘alaihissalam) tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang gaib, tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan”. (Saba’ : 14).

Karena itu, membenarkan para dukun dan peramal -yang mengaku mengetahui hal yang gaib- adalah pengingkaran (kufur) terhadap ayat-ayat yang telah diturunkan Allah.
Jika mendatangi dan membenarkan mereka demikian buruk kedudukannya dalam agama, maka bagaimana dengan para dukun dan peramalnya sendiri? Mereka telah melepaskan diri dan agama dan agama berlepas diri dan mereka, sebagaimana dalam hadits:
“Tidak termasuk golongan kami orang yang melakukan tathayyur atau minta di-tathayyur, atau menjadi dukun atau minta dibuatkan perdukunan untuknya, atau menyihir atau minta disihirkan untuknya”. (HR. Al Bazzar dengan isnad jayyid)

Tathayyur berfirasat buruk, merasa bernasib sial, atau meramal bernasib buruk karena melihat burung, binatang atau apa saja.

9. Bernadzar Untuk Selain Allah
Termasuk syirik adalah bernadzar untuk selain Allah, seperti untuk kuburan atau penghuninya, sebab

Nadzar adalah ibadah dan qurbah (upaya pendekatan diri kepada Allah), sedangkan ibadah tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah.
Allah berfirman:
“Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nadzarkan, maka sesungguhnya Allah men geta- huinya. Orang-orang yang berbuat zhalim tidak ada seorang penolongpun baginya�?. (al-Baqarah : 270)

Yang dimaksud dengan azh-zhalimin pada ayat di atas adalah al-musyrikun (orang-orang yang menyekutukan Allah), sebab syirik adalah kezhaliman besar (Luqman: 13), dan barangsiapa memaksudkan ibadahnya untuk selain Allah berarti ia telah berbuat syirik.

Sebagian ulama’ berkata:
“Nadzar yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat awam —sebagaimana yang kita saksikan— seperti saat ada orang yang hilang, atau sakit atau ada keperluan, lalu ia mendatangi kuburan orang salih dan berkata: “wahai tuanku, fulan ... jika Allah mengembalikan orang yang hilang, atau si sakit sembuh, atau hajatku terpenuhi, maka untukmu emas sejumlah sekian, atau makanan sedemikian rupa, atau lilin dan minyak sekian”,

Nadzar seperti ini hukumnya bathil berdasarkan ijma’, berdasarkan pada beberapa alasan berikut:
• Ini adalah nadzar untuk makhluk, sedangkan nadzar untuk makhluk tidak boleh, sebab ia adalah ibadah, dan ibadah tidak boleh untuk makhluk.
• Yang dituju dengan nadzar adalah mayit, sedangkan mayit tidak memiliki kemampuan apa-apa.
• Orang yang bernadzar mengira bahwa mayit bisa berbuat sesuatu tanpa Allah, dan meyakini yang demikian adalah kufur.

Selanjutnya ulama’ itu berkata:
“Jika engkau telah mengetahui hal ini, maka apa saja yang diambil berupa uang, minyak dan lain-lain dan dipindahkan ke cungkup para wali, dengan maksud ber-taqarrub kepadanya adalah haram menurut kesepakatan kaum muslimin.

Jika nadzar seperti ini haram, maka tidak harus dipenuhi, bahkan tidak boleh dipenuhi, karena tiga alasan:
• Tidak sesuai dengan perintah Nabi saw, sedangkan beliau telah bersabda:
“Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak ada perintahku, maka amalan itu tidak diterima (ditolak) “. (HR. Muslim)
• Ia adalah nadzar untuk selain Allah, berarti ia adalah syirik, dan syirik tidak memiliki kehormatan (penghargaan), ia seperti bersumpah dengan selain Allah, sehingga tidak harus dipenuhi, tidak ada kaffarat, dan tidak ada istighfar, sebagaimana yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw: “Barangsiapa bersumpah, dan dalam sumpahnya ia berkata: ‘Demi Latta, demi ‘Uzza’, maka ucapkanlah: “La Ilaha Illallah”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menjelaskan bahwa kaffarat syirik adalah memperbaharui tauhid, bukan memberi makanan, bukan pula berpuasa.
• Ia adalah nadzar ma’siat. Sunnah Rasulullah saw telah menjelaskan bahwa semua nadzar yang mengandung ma’siat atau syirik tidak harus dipenuhi, bahkan tidak boleh dilakukan. Sebagaimana tersebut dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
Rasulullah saw bersabda,"Barangsiapa bernadzar untuk taat kepada Allah maka laksanakanlah ketaatannya itu dan barangsiapa bernadzar hendak bermaksiat kepada-Nya maka jangan lakukan kemaksiatan itu”. (HR. Bukhari, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad dan ad-Darimi)

Menurut ad-Dautsari, hadits ini shahih. (lihat an-Nahjus-Sadid, hal: 73).
Dan Tsabit bin ad-Dhahhak, ia berkata: “Ada seseorang bernadzar pada zaman Rasulullah saw untuk menyembelih unta di Buwanah (nama tempat), lalu ia mendatangi Rasulullah saw, ia berkata,"Saya telah bernadzar untuk menyembelih unta di Buwanah". Rasulullah saw bersabda,"Apakah di sana pernah ada berhala jahiliyyah yang disembah?. Para sahabat menjawab,"Tidak". Rasulullah saw bersabda,"Apakah disana ada hari raya mereka?". Para sahabat menjawab,"Tidak". Rasulullah saw bersabda,"Penuhilah nadzarrnu, karena tidak ada pemenuhan nadzar dalam maksiat kepada Allah dan dalam hal-hal yang manusia tidak mampu”. (HR. Abu Daud)


No comments: